A. Bell’s palsy
Bell’s palsy adalah paralisis wajah unilateral yang timbul mendadak akibat lesi nervus fasialis, dan mengakibatkan distorsi wajah yang khas. Dengan kata lain Bell’s palsy merupakan suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu isi wajah1. Istilah Bell’s palsy biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus VII jenis perifer yang timbul secara akut2. Kebanyakan orang belum mengetahui nama dari panyakit ini. Adalah Sir Charles Bell seorang ilmuan dari Skotlandia yang pertama kali menemukan penyakit ini pada abad ke-195.
B. Perbedaan Bell’s palsy dengan Stroke
Banyak orang beranggapan bahwa Bell’s palsy merupakan stroke, tetapi pada hakikatnya Bell’s palsy berbeda dengan serangan stroke. Yang menjadi pembeda paling mendasar adalah, pada Bell’s palsy tidak disertai dengan kelemahan pada anggota gerak. Hal ini disebabkan oleh letak kerusakan saraf yang berbeda. Pada serangan stroke saraf yang rusak adalah pada saraf otak yang mengatur pergerakan salah satu sisi tubuh, termasuk wajah. Sedangkan pada kasus Bell’s palsy, kerusakan yang terjadi langsung pada saraf yang mengurus persarafan wajah yaitu saraf fasialis (nervus VII)2. a s
C. Etiologi
Penyebab dari penyakit ini belum diketahui secara pasti tetapi dapat diduga bahwa penyebab dari penyakit ini adalah karena saraf yang mengendalikan otot wajah membengkak, terinfeksi, atau mampat karena aliran darah berkurang5. Ada pula para ahli yang menyatakan bahwa pada kasus Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus1.
D. Gejala dan Tanda Klinik
Pada awalnya, penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Mulut tampak mencong terlebih saat meringis, kelopak mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos), waku penderita menutup kelopak matanya maka bola mata akan tampak berputar ke atas. Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, apabila berkumur maka air akan keluar sisi melalui sisi mulut yang lumpuh1.
E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan menurut gejalanya. Bell’s palsy selalu mengenai satu sisi wajah, kelemahannya tiba-tiba dan dapat melibatkan baik bagian atas atau bagian bawah wajah. Penyakit lain yang juga dapat menyebabkan kelumpuhan saraf wajah adalah4:
1. Tumor otak yang menekan saraf
2. Kerusakan saraf wajah karena infeksi virus (misalnya sindroma Ramsay Hunt)
3. Infeksi telinga tengah atau sinus mastoideus
4. Penyakit Lyme
5. Patah tulang di dasar tengkorak.
Untuk membedakan Bell's palsy dengan penyakit tersebut, bisa dilihat dari riwayat penyakit, hasil pemeriksaan rontgen, CT scan atau MRI. Pada penyakit Lyme perlu dilakukan pemeriksaan darah. p
F. Terapi
Terapi pertama yang harus dilakukan adalah penjelasan kepada penderita bahwa penyakit yang mereka derita bukanlah tanda stroke, hal ini menjadi penting karena penderita dapat mengalami stress yang berat ketika terjadi salah pengertian1. Setelah itu dapat dilakukan beberapa terapi yang meliputi:
- Penanganan mata
Bagian mata harus mendapatkan perhatian khusus dan harus dijaga agar tetap lembab, hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian pelumas mata setiap jam sepanjang hari dan salep mata harus digunakan setiap malam3.
b. Kortikosteroid
Selain itu, dari tinjauan terbaru menyimpulkan bahwa pemberian kortikosteroid dalam tujuh hari pertama efektif untuk menangani Bell’s palsy3.
c. Latihan wajah
Komponen lain yang tidak kalah pentingnya dalam optimalisasi terapi adalah latihan wajah. Latihan ini dilakukan minimal 2-3 kali sehari, akan tetapi kualitas latihan lebih utama daripada kuantitasnya. Sehingga latihan wajah ini harus dilakukan sebaik mungkin. Pada fase akut dapat dimulai dengan kompres hangat dan pemijatan pada wajah, hal ini berguna mengingkatkan aliran darah pada otot-otot wajah. Kemudian latihan dilanjutkan dengan gerakan-gerakan wajah tertentu yang dapat merangsang otak untuk tetap memberi sinyal untuk menggerakan otot-otot wajah. Sebaiknya latihan ini dilakukan di depan cermin. Gerakan yang dapat dilakukan berupa : Tersenyum, Mencucurkan mulut, kemudian bersiul, Mengatupkan bibir, Mengerutkan hidung, Mengerutkan dahi, Gunakan telunjuk dan ibu jari untuk menarik sudut mulut secara manual, Mengangkat alis secara manual dengan keempat jari.
G. Gejala Sisa
Setelah melakukan terapi tersebut sebagian penderita akan sembuh total dan sebagian akan meninggalkan gejala sisa yang dapat berupa2:
a. Kontraktur
Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga plika nasolabialis lebih jelas terlihat dibanding pada sisi yang sehat. Bagi pemeriksa yang belum berpengalaman mungkin bagian yang sehat ini yang disangkanya lumpuh, sedangkan bagian yang lumpuh disangkanya sehat.
b. Sinkinesia (associated movement)
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri, selalu timbul gerakan bersama. Bila pasien disuruh memejamkan mata, maka otot orbikularis orispun akan akan ikut berkontraksi dan sudut mulut terangkat. Bila ia disuruh menggembungkan pipi, kelopak mata ikut merapat.
c. Spasme spontan
Dalam hal ini otot-otot wajah bergerak secara spontan, tidak terkendali. Hal ini disebut juga tic facialis. akan tetapi tidak semua tic facialis merupakan gejala sisa dari Bell’s palsy.